Mitos vs Fakta: Cara Pertolongan Pertama pada Gigitan Ular yang Sering salah kaprah

Fakta-fakta inilah yang membuat masyarakat sering mencari cara cepat untuk “mengeluarkan bisa” atau menyembuhkan luka. Namun, beberapa cara populer itu ternyata justru dapat memperparah kondisi korban.

Peneliti herpetologi BRIN, Amir Hamidy, menegaskan bahwa ular berbisa dilengkapi dengan taring yang bisa melipat atau tidak, dan melalui taring inilah bisa disuntikkan ke korban.

Untuk membedakan ular berbisa dari yang tidak berbisa, salah satu ciri yang digunakan adalah keberadaan sisik loreal (sisik di antara mata dan lubang hidung). Banyak ular tidak berbisa (seperti dari famili Colubridae) memiliki sisik loreal, sedangkan pada ular berbisa, sisik tersebut sering tidak tampak.

Bisa sudah menyebar ke jaringan dalam. Menyedot justru meningkatkan risiko infeksi dan membahayakan penolong terutama jika ada luka di mulut.

Menyayat luka agar bisa keluar Sangat berbahaya. Luka akan semakin parah, perdarahan meningkat, risiko infeksi tinggi. Racun tidak hanya di permukaan kulit.

Mengikat luka dengan sangat kencang Bisa mencegah aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan (nekrosis). Metode yang dianjurkan adalah pressure immobilization: membida bagian tergigit dengan tekanan ringan, tidak memutus aliran darah sepenuhnya.

Membakar luka untuk “membunuh bisa” Justru merusak jaringan kulit, menyebabkan luka bakar tambahan. Racun tidak akan mati oleh panas lokal.

Memberi obat tradisional, ramuan, atau kerokan Belum ada bukti ilmiah bahwa metode ini efektif. Malah bisa menunda penanganan medis profesional dan meningkatkan risiko infeksi.

Tekanan harus cukup agar tidak menyebar, tanpa memutus aliran darah.

Bawa segera ke fasilitas kesehatan terdekat
Serum antivenom (penawar bisa) hanya tersedia di rumah sakit. Waktu sangat penting dalam penanganan gigitan ular.

Catat waktu kejadian gigitan
Info ini penting bagi tenaga medis dalam menentukan jenis antivenom dan penanganan lanjutan.