Mitos atau Fakta: Makan Malam Setelah Jam 7 Bikin Berat Badan Naik?
Makan Malam dan Ketakutan Kenaikan Berat Badan
Dalam dunia kesehatan, salah satu mitos yang paling sering terdengar adalah larangan makan malam setelah pukul 7. Banyak orang percaya bahwa makan lewat jam tersebut akan langsung menambah berat badan. Stereotip ini begitu populer hingga menjadi aturan tak tertulis dalam berbagai program diet. Namun, benarkah tubuh manusia bekerja sesederhana itu?
Makan malam selalu diposisikan sebagai musuh bagi orang yang ingin menjaga bentuk tubuh. Padahal, hubungan antara waktu makan dan penambahan berat badan jauh lebih kompleks daripada sekadar angka di jam dinding. Untuk memahaminya, kita perlu melihat bagaimana tubuh memproses makanan, apa kata penelitian medis, serta bagaimana kebiasaan budaya membentuk persepsi tentang “jam ideal” untuk makan malam.
Akar Mitos: Dari Diet Populer ke Aturan Tak Tertulis
Mitos larangan makan setelah jam 7 bukan muncul tanpa alasan. Ia berkembang seiring meningkatnya popularitas tren diet modern di berbagai negara. Banyak program penurunan berat badan yang menekankan pentingnya menghindari kalori di malam hari karena tubuh dianggap akan lebih sedikit beraktivitas menjelang tidur.
Logika sederhananya adalah: ketika seseorang makan larut malam, kalori yang masuk tidak sempat terbakar melalui aktivitas, sehingga lebih mudah disimpan sebagai lemak. Narasi ini diperkuat oleh iklan-iklan produk diet, artikel populer, hingga saran-saran singkat dari “ahli gizi instan” di media sosial. Akibatnya, banyak orang mulai percaya bahwa jam 7 malam adalah batas sakral yang tidak boleh dilanggar.
Namun, sains tidak sesederhana itu. Metabolisme tubuh manusia bekerja sepanjang hari, bahkan ketika kita tidur. Tubuh tetap membakar kalori untuk bernapas, memperbaiki sel, dan menjaga fungsi organ vital. Karena itu, klaim bahwa makan setelah jam 7 otomatis bikin gemuk patut dipertanyakan.
Fakta Ilmiah: Yang Penting Kalori, Bukan Jam
Penelitian menunjukkan bahwa kenaikan berat badan lebih banyak dipengaruhi oleh total kalori harian, bukan waktu spesifik kapan seseorang makan. Jika jumlah kalori yang masuk lebih banyak daripada yang dibakar, maka berat badan akan naik, terlepas apakah kalori itu dikonsumsi siang atau malam.
Beberapa studi memang menemukan hubungan antara makan larut malam dengan obesitas, tetapi bukan karena jamnya, melainkan pola kebiasaan yang menyertainya. Orang yang sering makan malam larut cenderung:
- memilih makanan tinggi lemak dan gula,
- makan dalam porsi lebih besar karena lapar menumpuk,
- dan memiliki waktu tidur yang tidak teratur.
Jadi, yang menjadi masalah bukanlah jam 7 malam itu sendiri, melainkan gaya hidup yang sering melekat pada kebiasaan makan malam.
Baca juga ulasan tentang pola diet dan kesehatan di kilasjurnal.id yang mengupas berbagai isu gizi dengan perspektif ilmiah.
Faktor Budaya dan Psikologis dalam Kebiasaan Makan
Selain faktor biologis, anggapan tentang makan malam setelah jam 7 juga dipengaruhi oleh budaya. Di beberapa negara Barat, makan malam umumnya dilakukan sekitar pukul 6 hingga 7. Itu sebabnya, angka “7 malam” dianggap sebagai patokan alami.
Namun di banyak negara lain, termasuk Indonesia, makan malam sering dilakukan lebih larut, antara pukul 7 hingga 9 malam. Bahkan di beberapa budaya, makan larut dianggap wajar dan tidak menimbulkan stigma kesehatan. Artinya, batas waktu jam makan sebenarnya sangat relatif dan tidak bisa dijadikan aturan universal.
Dari sisi psikologi, mitos ini juga memengaruhi cara orang memandang makanan. Mereka yang merasa bersalah karena makan setelah jam 7 justru bisa mengalami hubungan yang tidak sehat dengan makanan, seperti rasa cemas berlebihan atau diet yoyo. Dalam jangka panjang, pola ini bisa lebih berbahaya daripada sekadar berat badan naik beberapa kilogram.
Makan Malam, Tidur, dan Kualitas Kesehatan
Salah satu alasan mengapa makan malam sering dikaitkan dengan penambahan berat badan adalah hubungannya dengan kualitas tidur. Makan dalam porsi besar tepat sebelum tidur memang bisa membuat tubuh merasa tidak nyaman. Perut yang penuh membuat seseorang sulit beristirahat, dan dalam beberapa kasus bisa memicu refluks asam lambung.
Tidur yang terganggu berdampak buruk pada kesehatan metabolisme. Kurang tidur dapat mengacaukan hormon ghrelin dan leptin, yang mengatur rasa lapar dan kenyang. Akibatnya, orang yang sering begadang dan makan malam berlebihan bisa lebih mudah merasa lapar di siang hari dan akhirnya mengonsumsi lebih banyak kalori.
Namun sekali lagi, masalah utamanya bukan jam makan, melainkan kualitas tidur dan kebiasaan porsi makan yang tidak seimbang.
Tips Bijak Menyikapi Makan Malam
Daripada terjebak pada mitos “tidak boleh makan setelah jam 7”, yang lebih penting adalah mengatur kualitas makanan, porsi, dan rutinitas harian. Makan malam tetap bisa menjadi bagian dari pola hidup sehat asalkan diperhatikan hal-hal berikut: pilih makanan yang kaya serat dan protein, hindari makanan cepat saji, serta berikan jeda waktu sekitar dua jam sebelum tidur.
Dengan begitu, tubuh tetap mendapat energi yang cukup tanpa mengorbankan kualitas tidur atau membuat kalori menumpuk berlebihan.
Artikel-artikel praktis mengenai gaya hidup sehat dan kebiasaan makan bisa ditemukan lebih lengkap di kilasjurnal.id sebagai referensi tambahan.
Kesimpulan: Antara Fakta dan Mitos
Jadi, apakah makan malam setelah jam 7 pasti bikin berat badan naik? Jawabannya: tidak sepenuhnya benar. Yang menentukan kenaikan berat badan adalah keseimbangan kalori dan pola hidup secara keseluruhan, bukan angka spesifik di jam dinding.
Mitos ini lahir dari penyederhanaan logika diet dan perbedaan budaya makan, lalu berkembang menjadi “aturan emas” yang sebenarnya tidak berdasar secara ilmiah. Fakta yang lebih akurat adalah: makan malam boleh dilakukan kapan saja, asalkan porsinya terkontrol, pilihannya sehat, dan tidak terlalu dekat dengan waktu tidur.
Dengan memahami hal ini, kita bisa lebih bijak dalam menjaga pola makan. Alih-alih takut dengan jam, lebih baik fokus pada gaya hidup seimbang, olahraga rutin, dan istirahat cukup. Karena pada akhirnya, kesehatan bukan ditentukan oleh satu kebiasaan kecil, melainkan oleh konsistensi menjaga tubuh setiap hari.