Fakta vs Mitos: Benarkah Menabung di Bank Bikin Uang “Menguap”? Ini Hitungan Realitanya
JAKARTA, kilasjurnal.id – Sejak kecil, kita didoktrin dengan pepatah: “Hemat pangkal kaya, rajin menabung pangkal pandai.” Bank selalu digambarkan sebagai tempat paling aman dan tepat untuk mengumpulkan kekayaan.
Namun, realitas orang dewasa seringkali berbeda. Pernahkah Anda mengecek saldo rekening yang didiamkan selama setahun, lalu merasa jumlahnya justru menyusut padahal Anda tidak melakukan penarikan? Atau mungkin nominalnya bertambah sedikit, tapi rasanya barang-barang di pasar semakin tak terbeli?
Fenomena ini sering disebut sebagai “Uang Menguap”. Apakah ini dicuri tuyul digital? Tentu tidak. Ada penjelasan logis di balik fenomena ini yang wajib Anda pahami agar tidak terjebak dalam ilusi keamanan finansial.
Musuh Pertama: Biaya Administrasi > Bunga
Penyebab paling kasat mata dari “menguapnya” uang di bank adalah struktur biaya. Mari kita bicara jujur soal Tabungan Reguler (bukan Deposito).
Rata-rata bunga tabungan bank konvensional saat ini sangat rendah, seringkali di bawah 1% per tahun (bahkan 0% untuk saldo di bawah nominal tertentu). Di sisi lain, bank membebankan Biaya Administrasi Bulanan yang berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 20.000.
Simulasi Sederhana:
- Saldo Anda: Rp 2.000.000
- Bunga (anggap 0,5% per tahun): + Rp 833/bulan (belum dipotong pajak 20%)
- Biaya Admin: – Rp 15.000/bulan
Hasilnya: Setiap bulan, uang Anda secara otomatis terpotong sekitar Rp 14.000-an. Dalam setahun, saldo Anda berkurang lebih dari Rp 150.000 hanya untuk “biaya parkir”. Inilah yang disebut uang menguap secara nominal.
Musuh Kedua: Inflasi (Si Pencuri Nilai)
Jika saldo Anda miliaran rupiah, mungkin bunga bank bisa menutupi biaya admin. Tapi, Anda menghadapi musuh kedua yang lebih kejam dan tak terlihat: Inflasi.
Inflasi adalah penurunan nilai mata uang yang ditandai dengan naiknya harga barang. Rata-rata inflasi di Indonesia berkisar 3% – 5% per tahun.
Jika Anda menabung Rp 100 juta di bank dengan bunga 1%, namun inflasi tahun itu adalah 4%, maka secara Nilai Riil (Daya Beli), kekayaan Anda menyusut sebesar 3%.
- Tahun ini Rp 100 juta bisa beli mobil bekas tipe A.
- 5 tahun lagi, uang Rp 100 juta itu (meski utuh di bank) mungkin hanya cukup untuk beli motor, karena harga mobil bekas tipe A sudah naik drastis.
Jadi, meskipun nominal uang Anda utuh atau bertambah sedikit, kemampuannya untuk membeli barang telah “menguap”.
Jadi, Salahkah Menabung di Bank?
Jawabannya: TIDAK SALAH, asalkan tujuannya benar.
Bank bukanlah tempat untuk mengembangkan kekayaan (Investasi), melainkan tempat untuk:
- Likuiditas: Menyimpan uang operasional sehari-hari yang mudah diambil kapan saja.
- Dana Darurat: Tempat aman menyimpan uang jaga-jaga yang likuid.
- Keamanan Fisik: Mencegah risiko pencurian atau kebakaran jika disimpan di bawah kasur.
Kesimpulan: Ubah Strategi Anda
Fakta bahwa menabung di bank bisa membuat uang “menguap” secara nilai adalah BENAR.
Solusinya bukan berhenti menabung, tapi membedakan pos dana.
- Gunakan Bank hanya untuk lalu lintas pembayaran dan Dana Darurat (3-6 bulan pengeluaran).
- Gunakan instrumen Investasi (Emas, Reksa Dana, Saham, atau SBN) untuk melawan inflasi dan menumbuhkan kekayaan jangka panjang.
Jangan biarkan jerih payah Anda dimakan rayap inflasi. Mulailah melek investasi sekarang juga!
