🏥 Kesehatan

Kemenkes Ingatkan Masyarakat Waspadai Gejala Awal Kusta yang Sering Diabaikan

Jakarta, 19 Desember 2025 — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia kembali menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap gejala awal penyakit kusta yang sering dianggap remeh oleh masyarakat. Pernyataan ini disampaikan menyusul meningkatnya perhatian publik terhadap kasus kusta, termasuk laporan mengenai warga negara Indonesia (WNI) yang teridentifikasi positif kusta di luar negeri.

Kusta dikenal sebagai penyakit yang bisa disembuhkan, terutama jika terdeteksi dan ditangani sejak awal. Sayangnya, banyak kasus baru justru terlambat masuk ke fasilitas kesehatan karena gejalanya dianggap ringan atau tidak berbahaya.


Gejala Awal yang Sering Diabaikan

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menekankan bahwa gejala kusta sering kali tidak menimbulkan rasa nyeri atau gatal, sehingga mudah diabaikan oleh penderitanya. Padahal, deteksi dini sangat penting untuk keberhasilan pengobatan dan mencegah kecacatan permanen.

Beberapa ciri awal yang perlu dikenali masyarakat antara lain:

  • Bercak pada kulit yang tampak lebih terang atau putih dari kulit normal, namun tidak gatal dan mati rasa.
  • Permukaan kulit yang tampak mengilap atau kering bersisik.
  • Munculnya lepuh atau luka di tangan dan kaki yang tidak menimbulkan rasa sakit.
  • Sensasi kesemutan, baal atau nyeri pada anggota gerak yang tidak jelas penyebabnya.

Karena gejala ini sering mirip dengan kondisi kulit biasa, masyarakat sering menyangka itu hanya masalah ringan seperti panu atau dermatitis, sehingga tidak segera mencari pemeriksaan medis. Hal ini menyebabkan keterlambatan diagnosis dan perawatan.


Pentingnya Deteksi dan Pengobatan Dini

Menurut Kemenkes, pengobatan kusta tersedia gratuits di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, namun banyak pasien baru datang ketika sudah mengalami komplikasi saraf atau kecacatan permanen.

“Kalau menemukan gejala seperti itu, jangan menunda. Segera datang ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat,” ujar Aji. Pengobatan kusta umumnya melibatkan terapi kombinasi antibiotik yang disebut multi drug therapy (MDT), yang harus dijalani sampai tuntas sesuai jenis penyakitnya.

Kusta tidak mudah menular dibanding penyakit lain seperti tuberkulosis, tetapi kontak yang lama dan erat dengan penderita yang belum dirawat dapat meningkatkan risiko penularan.


Tantangan di Lapangan: Stigma dan Kesadaran Publik

Selain aspek medis, tantangan lain dalam upaya penanggulangan kusta adalah stigma sosial dan diskriminasi terhadap penderita. Kemenkes menilai sikap ini justru memperburuk situasi karena pasien enggan datang ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan.

“Kusta adalah penyakit yang bisa disembuhkan, bukan untuk ditakuti atau dijauhi,” tegas Aji, mengingatkan pentingnya dukungan sosial bagi pengidap kusta.

Organisasi kesehatan dan dokter kulit juga turut mengingatkan bahwa bercak putih atau warna kulit yang berubah bisa jadi gejala awal kusta, bukan semata panu atau gangguan kulit ringan. Kondisi ini perlu ditanggapi serius, terutama jika disertai dengan hilangnya sensasi pada kulit.


Data Kasus Kusta di Indonesia

Kemenkes mencatat bahwa kusta masih endemi di beberapa wilayah Indonesia, meskipun angkanya telah menurun dibanding dekade sebelumnya. Tercatat puluhan ribu kasus baru ditemukan setiap tahun, dengan prevalensi terbanyak di provinsi tertentu seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Kasus kusta WNI di Rumania yang menjadi sorotan juga mendorong upaya koordinasi antarnegara dalam pelaporan dan penanganan penyakit ini. Hal ini menunjukkan bahwa kusta masih menjadi tantangan kesehatan yang harus terus diwaspadai, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.


Kesimpulan

Peringatan Kemenkes tentang gejala awal kusta penting untuk diperhatikan oleh masyarakat luas. Dengan mengenali tanda-tanda kulit seperti bercak putih yang tidak terasa, luka tanpa nyeri, serta perubahan tekstur kulit, masyarakat diharapkan dapat mengambil langkah cepat untuk memeriksakan diri ke dokter. Deteksi dan pengobatan dini akan meningkatkan peluang kesembuhan dan mengurangi risiko komplikasi serius.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *