Generasi Z Malas Bekerja, Fakta atau Mitos?
Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kerja dihebohkan dengan stereotip yang melekat pada kelompok usia tertentu: Generasi Z. Lahir antara tahun 1997 hingga 2012, mereka kini mulai mendominasi pasar kerja, namun sering dituding sebagai generasi yang “malas bekerja”, gampang menyerah, dan tidak punya etos kerja yang kuat.
Media sosial, ruang obrolan kantor, hingga laporan HRD sering kali memuat narasi:
“Anak Gen Z sekarang cepat bosan”,
“Baru kerja sebentar, sudah resign”,
“Mentalnya lembek, tidak tahan tekanan”.
Tapi pertanyaannya: Apakah semua itu benar?
Apakah Generasi Z memang benar-benar malas bekerja, atau justru mereka bekerja dengan cara dan perspektif yang berbeda dari generasi sebelumnya?
Mari kita kupas tuntas dalam artikel ini, dengan pendekatan berbasis data, psikologi generasi, dan realitas lapangan. Jangan buru-buru menilai sebelum membaca sampai habis.
Siapa Itu Generasi Z?
Sebelum menilai, kita harus paham siapa yang dimaksud Generasi Z.
- Lahir antara tahun 1997 – 2012
- Tumbuh besar di era internet, media sosial, dan teknologi digital
- Melek teknologi sejak kecil, akrab dengan multitasking, dan cepat menyerap informasi
- Umumnya saat ini berusia sekitar 13–28 tahun — artinya, banyak dari mereka sudah masuk dunia kerja, terutama angkatan atasnya (usia 20–28)
Asal Mula Label “Malas”
Label “malas” yang melekat pada Gen Z sebenarnya berasal dari perbedaan cara kerja dan nilai-nilai hidup, bukan karena mereka benar-benar tidak mau bekerja. Generasi sebelumnya — terutama Generasi X (lahir 1965–1980) dan Milenial awal (1981–1996) — cenderung:
- Loyal terhadap perusahaan
- Rela kerja lembur demi promosi
- Menganggap kerja keras sebagai bentuk pengabdian
Sementara Gen Z datang dengan perspektif baru:
- Mementingkan keseimbangan hidup (work-life balance)
- Memilih kesehatan mental daripada gaji besar
- Tidak takut resign jika merasa tidak cocok
- Lebih tertarik pada karier yang fleksibel, bukan sekadar “kerja tetap”
Karena beda nilai inilah, banyak yang menilai Gen Z sebagai “malas”, padahal yang terjadi adalah perbedaan paradigma kerja.
Bukti Lapangan: Benarkah Gen Z Tidak Mau Kerja Keras?
✅ Data Survei Global:
Menurut laporan dari Deloitte (2024):
- 77% Gen Z mengatakan keseimbangan hidup lebih penting daripada karier yang menuntut waktu penuh.
- Tapi menariknya, 65% juga bersedia kerja keras untuk pekerjaan yang punya tujuan jelas dan berdampak sosial.
✅ Fenomena Quiet Quitting
Gen Z sering diasosiasikan dengan tren “quiet quitting” — yaitu hanya melakukan tugas sebatas jobdesk tanpa inisiatif lebih. Tapi ini bukan karena malas, melainkan karena mereka menolak budaya overwork tanpa penghargaan.
✅ Freelancer dan Gaya Kerja Baru
Banyak Gen Z memilih jalur freelancer, content creator, dropshipper, atau digital nomad. Mereka bekerja, tapi bukan di jalur konvensional. Jadi, mereka tidak malas — mereka hanya menolak sistem lama.
Perspektif Psikologi: Beda Cara Bukan Beda Semangat
Menurut psikolog generasi, seperti Jean M. Twenge dan Jason Dorsey, Gen Z:
- Lebih cepat burnout karena paparan stres digital sejak kecil
- Lebih peka terhadap isu mental health
- Memiliki kebutuhan kuat untuk “bekerja sesuai makna hidup”
Gen Z bukan malas, tapi tidak tahan bekerja hanya demi gaji. Mereka mencari makna, impact, dan kontrol atas hidup mereka. Bagi generasi sebelumnya, ini bisa terlihat “lemah”. Tapi bagi Gen Z, ini soal menjaga diri dan keberlanjutan hidup.
Realitas HR: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Dunia Kerja?
Banyak HR dan perusahaan mengeluhkan tantangan berikut:
- Gen Z mudah resign, bahkan dalam 3 bulan pertama
- Mereka menuntut gaji besar dan fleksibilitas tinggi
- Tidak semua tahan tekanan atau struktur yang terlalu ketat
Tapi di sisi lain:
- Gen Z adalah generasi paling cepat belajar teknologi baru
- Mampu multitasking dan berpikir kreatif
- Berani speak up saat merasa sistem tidak adil
Jadi apakah mereka benar-benar malas? Tidak. Tapi mereka tidak mau mengikuti sistem kerja yang tidak memberi ruang untuk hidup.
Mitos atau Fakta?
Mari kita lihat beberapa klaim populer:
Klaim | Mitos atau Fakta? | Penjelasan |
---|---|---|
Gen Z cepat resign | Fakta | Tapi biasanya karena tidak cocok dengan nilai perusahaan |
Gen Z malas lembur | Sebagian besar benar | Tapi karena mereka memprioritaskan keseimbangan |
Gen Z tidak mau kerja keras | Mitos | Mereka bekerja keras, tapi untuk hal yang mereka yakini |
Gen Z tidak loyal | Mitos relatif | Mereka loyal jika perusahaan peduli pada kesejahteraan dan value mereka |
Kesimpulan
Jadi, Generasi Z malas bekerja? Jawabannya: MITOS.
Yang sebenarnya terjadi adalah perbedaan cara pandang dan cara kerja. Mereka tidak malas, tapi lebih selektif, kritis, dan sadar diri. Mereka menolak budaya kerja yang mengekang, dan justru mencari bentuk kerja yang selaras dengan kehidupan.
Jika perusahaan mau beradaptasi, Gen Z bisa menjadi aset luar biasa: kreatif, cepat belajar, dan berani bicara. Tapi kalau terus menuntut mereka bekerja dengan cara lama, jangan heran kalau mereka pergi lebih cepat dari masa probation.
Sudah saatnya kita berhenti menyalahkan generasi, dan mulai mencari cara kerja lintas generasi yang saling menghargai.