Fenomena Mental Health Gen Z di Indonesia: Lonjakan Anxiety, Depresi, dan NPD
Belakangan ini, masalah kesehatan mental atau mental health di kalangan generasi Z (Gen Z) Indonesia menjadi sorotan. Meningkatnya kasus anxiety (kecemasan), depresi, hingga Narcissistic Personality Disorder (NPD) menandai fenomena sosial yang tak bisa dianggap sepele.
Laporan dan pengakuan dari psikolog, dosen, bahkan Gen Z sendiri membuktikan bahwa permasalahan mental kini bukan mitos, melainkan realita.
Lantas, apa penyebabnya? Bagaimana pola hidup Gen Z berkontribusi terhadap krisis mental ini?
Data dan Realita: Lonjakan yang Mengkhawatirkan
Dikutip dari laporan BlitarKawentar, sejumlah psikolog mengungkapkan bahwa lonjakan kasus gangguan mental di kalangan usia 18–25 tahun meningkat drastis sejak pandemi COVID-19.
Berdasarkan data:
- 61% Gen Z di Indonesia mengaku pernah mengalami kecemasan berlebih
- 45% mengaku pernah mengalami gejala depresi ringan hingga berat
- NPD (Narcissistic Personality Disorder) mulai muncul di berbagai sesi terapi
Angka ini bukan hanya angka — tapi cerminan generasi yang tertekan oleh ekspektasi, realita sosial, dan standar digital.
Kutipan Ala-Ala: Tekanan Tak Selalu Datang dari Luar
“Kadang, musuh terbesar bagi mental kita bukan dunia luar, tapi suara kecil di dalam kepala yang terus membandingkan.”
– Nabila Rahman, Psikolog Klinis
Faktor Pemicu: Dari Sosial Media Sampai Pendidikan
Masalah mental health di Gen Z tak muncul tiba-tiba. Beberapa faktor utama yang jadi penyebab antara lain:
1. Tekanan Sosial Media
Gen Z tumbuh dalam ekosistem digital. Setiap hari, mereka dibombardir:
- Foto-foto ‘kesuksesan’ orang lain
- Standar kecantikan atau maskulinitas tak realistis
- Komentar negatif dan cyberbullying
Semua ini membuat banyak Gen Z merasa tak cukup baik, padahal mereka belum memulai.
2. Krisis Identitas dan Tujuan
Banyak Gen Z merasa kehilangan arah:
- Jurusan kuliah tak sesuai minat
- Takut gagal, takut tertinggal
- Perbandingan terus-menerus dengan teman
3. Keluarga dan Lingkungan
Di beberapa kasus, Gen Z masih tinggal dalam keluarga yang minim edukasi mental health.
Label seperti “lemah”, “kurang bersyukur”, atau “main hp mulu” masih sering dilontarkan alih-alih empati.
NPD: Ketika Narcissism Jadi Cara Bertahan
Menariknya, lonjakan juga terlihat pada kasus Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Banyak Gen Z mulai menunjukkan:
- Obsesif terhadap citra diri
- Ketergantungan validasi dari likes dan views
- Mudah tersinggung saat dikritik
Psikolog menyebut NPD ini muncul bukan karena mereka egois semata, tapi karena:
“Narsisme adalah baju pelindung ketika rasa percaya diri rapuh.”
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Masalah ini terlalu besar jika hanya dibebankan ke pundak Gen Z. Solusi harus kolektif:
🔹 1. Edukasi Mental Health di Sekolah & Kampus
Perlu ada kurikulum khusus yang membahas:
- Cara mengenali gejala gangguan mental
- Teknik dasar coping stress
- Kapan harus ke profesional
🔹 2. Dukung, Bukan Hakimi
Orang tua, dosen, bahkan teman harus mulai belajar mendengar tanpa menghakimi.
Kalimat seperti:
“Ah kamu masih muda kok, harusnya kuat.”
Harus diganti dengan:
“Kalau kamu merasa berat, aku ada di sini.”
🔹 3. Batasi Konsumsi Sosial Media
Gunakan sosial media sebagai alat, bukan tolok ukur hidup.
Gen Z harus mulai:
- Follow akun yang inspiratif, bukan toxic
- Kurangi waktu scroll malam hari
- Berani unfollow yang bikin insecure
🔹 4. Akses Terapi Terjangkau
Pemerintah dan institusi kampus perlu sediakan layanan konseling GRATIS atau murah. Kesehatan mental adalah hak dasar, bukan kemewahan.
Peran Media Sehat: Menginformasikan Tanpa Menggurui
Sebagai media yang peduli edukasi publik, kilasjurnal.id akan terus menghadirkan informasi, refleksi, dan narasi seimbang terkait isu ini.
Kita tak hanya butuh berita soal kasus, tapi juga ruang untuk menyembuhkan.
Penutup: Jangan Remehkan Luka yang Tak Terlihat
Gen Z bukan generasi lemah. Mereka hanya hidup di zaman yang lebih kompleks secara sosial, teknologi, dan emosional.
Dan seperti kata pepatah modern:
“Mental health itu seperti otot. Harus dirawat, diperkuat, bukan dipaksa terus kerja tanpa istirahat.”
Kamu Gen Z? Merasa lelah secara mental? Ingat, kamu tidak sendiri.
Butuh ruang aman? Mulailah dari memahami dirimu sendiri, dan jika perlu, minta bantuan profesional.
